iRobot Bangkrut Setelah 35 Tahun, Saham Anjlok dan Perusahaan Direstrukturisasi
iRobot bangkrut setelah 35 tahun beroperasi. Produsen Roomba tumbang akibat tekanan produk China, tarif impor AS, dan beban utang.
Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu resmi mengajukan perlindungan kebangkrutan pada pertengahan bulan Desember 2025.
Kabar ini mengejutkan publik termasuk di Indonesia, mengingat iRobot selama bertahun-tahun identik dengan inovasi teknologi rumah pintar.
iRobot Corporation mengajukan kebangkrutan melalui mekanisme Chapter 11, yang memungkinkan perusahaan tetap beroperasi sambil melakukan restrukturisasi utang dan bisnis.
Langkah ini diambil setelah tekanan finansial yang semakin berat dalam beberapa tahun terakhir, terutama akibat persaingan ketat dengan produsen robot pembersih asal China dan kebijakan tarif impor Amerika Serikat.
Didirikan pada tahun 1990 oleh para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), iRobot awalnya dikenal sebagai perusahaan robotika untuk keperluan riset dan militer.
Nama iRobot mulai dikenal luas oleh publik global setelah peluncuran Roomba pada awal 2000-an, yang mengubah cara masyarakat membersihkan rumah.
Selama lebih dari tiga dekade, iRobot menjadi simbol inovasi di sektor robot rumah tangga. Produk-produknya dijual di puluhan negara dan sempat mendominasi pasar robot penyedot debu global.
Namun, dominasi tersebut perlahan terkikis seiring perubahan peta persaingan industri.
Tekanan Produk China Jadi Faktor Utama
Salah satu penyebab utama iRobot bangkrut setelah 35 tahun adalah gempuran produk robot pembersih dari China.
Merek-merek asal China hadir dengan harga jauh lebih murah, namun menawarkan fitur yang semakin kompetitif, seperti navigasi pintar, pemetaan ruangan, hingga integrasi aplikasi.
Persaingan harga membuat iRobot kesulitan mempertahankan margin keuntungan. Untuk tetap bersaing, perusahaan harus menurunkan harga jual, sementara biaya produksi dan riset tetap tinggi. Kondisi ini membuat keuangan iRobot terus tertekan dari tahun ke tahun.
Selain persaingan global, kebijakan tarif impor Amerika Serikat turut memperparah kondisi iRobot. Sebagian besar produk iRobot diproduksi di Asia, termasuk Vietnam. Kebijakan tarif impor yang tinggi membuat biaya produksi melonjak signifikan.
Beban tambahan akibat tarif impor tersebut disebut mencapai puluhan juta dolar AS dalam satu tahun. Bagi iRobot yang sudah menghadapi tekanan pasar, lonjakan biaya ini menjadi pukulan berat yang sulit dihindari.
Beban Utang dan Gagalnya Akuisisi Amazon
Masalah lain yang turut berkontribusi terhadap iRobot bangkrut setelah 35 tahun adalah beban utang perusahaan. iRobot diketahui memiliki utang besar dari pinjaman yang diambil beberapa tahun lalu untuk menjaga operasional dan pengembangan produk.
Situasi semakin rumit setelah rencana akuisisi iRobot oleh Amazon batal terwujud. Akuisisi tersebut sebelumnya diharapkan menjadi jalan keluar bagi iRobot untuk memperkuat modal dan memperluas ekosistem produknya.
Namun, hambatan regulasi membuat kesepakatan tersebut gagal, sehingga iRobot kehilangan peluang strategis untuk bertahan.
Dengan mengajukan Chapter 11, iRobot tidak langsung menghentikan operasionalnya. Perusahaan masih diperbolehkan menjalankan bisnis, menjual produk, serta memberikan layanan kepada pelanggan.
Aplikasi Roomba, layanan purna jual, dan dukungan teknis disebut tetap berjalan selama proses restrukturisasi. iRobot juga menyiapkan rencana penataan ulang bisnis, termasuk restrukturisasi utang dan kemungkinan perubahan kepemilikan.
Dalam skema ini, mitra manufaktur asal China disebut akan mengambil peran lebih besar dalam keberlangsungan perusahaan ke depan.
Dampak bagi Konsumen dan Pengguna Roomba
Kabar iRobot bangkrut setelah 35 tahun menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengguna Roomba. Namun, pihak perusahaan menegaskan bahwa pelanggan tidak perlu panik.
Produk yang sudah beredar tetap dapat digunakan, dan dukungan perangkat lunak masih tersedia setidaknya selama proses hukum berlangsung.
Meski demikian, analis menilai masa depan iRobot akan sangat bergantung pada hasil restrukturisasi dan strategi baru yang diambil. Tanpa perubahan signifikan, iRobot berpotensi semakin tertinggal dari para pesaingnya.
Pengajuan kebangkrutan ini berdampak besar pada pasar saham. Saham iRobot mengalami penurunan tajam setelah kabar tersebut diumumkan, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap masa depan perusahaan.
Bagi pasar, kebangkrutan iRobot menjadi simbol betapa kerasnya persaingan di industri teknologi konsumen. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi perusahaan teknologi lama yang gagal beradaptasi dengan perubahan pasar dan model bisnis baru.
Pelajaran dari Kejatuhan iRobot
iRobot bangkrut setelah 35 tahun bukan sekadar kisah runtuhnya satu perusahaan teknologi, tetapi juga gambaran nyata dinamika industri global. Inovasi saja tidak cukup tanpa efisiensi biaya, strategi harga yang tepat, dan kemampuan beradaptasi dengan kebijakan global.
Persaingan dengan produsen China, perubahan rantai pasok, hingga kebijakan tarif menunjukkan bahwa perusahaan teknologi harus siap menghadapi tantangan di luar aspek teknis produk.
Kebangkrutan iRobot menandai akhir sebuah era bagi pionir robot rumah tangga. Setelah 35 tahun berkarya dan mengubah cara manusia membersihkan rumah, iRobot kini harus berjuang untuk bertahan melalui restrukturisasi.
Masa depan Roomba dan nama besar iRobot masih terbuka, namun jelas bahwa industri teknologi tidak memberi ruang bagi perusahaan yang gagal beradaptasi. (Dila Nashear)